Kejar mimpimu dengan Oriflame,
Gabung Rp 24.900 dan dapetin penghasilan bulanan, reward Semdir ke Bali GRATIS, motor Honda Beat GRATIS
Mau?
Kamis, 12 November 2015
Senin, 09 November 2015
Sumedang, 6 November 1908
HARI itu.. tepat 11 Desember 1906, Bupati Sumedang, Pangeran Aria Suriaatmaja kedatangan tiga orang tamu. Ketiganya merupakan tawanan titipan pemerintah Hindia Belanda. Seorang perempuan tua renta, rabun serta menderita encok, seorang lagi lelaki tegap berumur kurang lebih 50 tahun dan remaja tanggung berusia 15 tahun. Walau tampak lelah mereka bertiga tampak tabah. Pakaian lusuh yang dikenakan perempuan itu merupakan satu-satunya pakaian yang ia punya selain sebuah tasbih dan sebuah periuk nasi dari tanah liat.
Belakangan karena melihat perempuan tua itu sangat taat beragama, Pangeran Aria tidak menempatkannya di penjara, melainkan memilih tempat disalah satu
rumah tokoh agama setempat. Kepada Pangeran Suriaatmaja, Belanda tak mengungkap siapa perempuan tua renta penderita encok itu. Bahkan sampai kematiannya, 6 November 1908 masyarakat Sumedang tak pernah tahu siapa sebenarnya perempuan itu.
Perjalanan sangat panjang telah ditempuh perempuan itu sebelum akhirnya beristirahat dengan damai dan dimakamkan di Gunung Puyuh tak jauh dari pusat kota Sumedang. Yang mereka tahu, karena kesehatan yang sangat buruk, perempuan tua itu nyaris tak pernah keluar rumah.
Kegiatannyapun terbatas hanya berdzikir atau mengajar mengaji ibu-ibu dan anak-anak setempat yang datang berkunjung. Sesekali mereka membawakan pakaian atau sekadar makanan pada perempuan tua yang santun itu, yang belakangan karena pengetahuan ilmu-ilmu agamanya disebut dengan Ibu Perbu.
Waktu itu tak ada yang menyangka bila
perempuan yang mereka panggil Ibu Perbu itu adalah "The Queen of Aceh Battle" dari Perang Aceh (1873-1904) bernama Tjoet Nyak Dhien. Singa betina dengan rencong ditangan yang terjun langsung ke medan perang. Pahlawan sejati tanpa kompromi yg tidak bisa menerima daerahnya dijajah.
Hari-hari terakhir Tjoet Nyak Dhien memang dihiasi oleh kesenyapan dan sepi. Jauh dari tanah kelahiran dan orang-orang yang dicintai. Gadis kecil cantik dan cerdas dipanggil Cut Nyak dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat di Lampadang tahun 1848. Ayahnya adalah Uleebalang bernama Teuku Nanta Setia, keturunan perantau Minang pendatang dari Sumatera Barat ke Aceh sekitar abad 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.
Tumbuh dalam lingkungan yang memegang tradisi beragama yang ketat membuat gadis kecil Cut Nyak Dhien menjadi gadis yang cerdas. Di usianya yang ke 12 dia kemudian dinikahkan orangtuanya dengan Teuku Ibrahim Lamnga yang merupakan anak dari Uleebalang Lamnga XIII.
Suasana perang yang meggelayuti atmosfir Aceh pecah ketika tanggal 1 April 1873 F.N. Nieuwenhuyzen memaklumatkan perang terhadap kesultanan Aceh. Sejak saat itu gelombang demi gelombang penyerbuan Belanda ke Aceh selalu berhasil dipukul kembali oleh laskar Aceh, dan Tjoet Nyak tentu ada disana. Diantara tebasan rencong, pekik perang wanita perkasa itu dan dentuman meriam, dia juga yang berteriak membakar semangat rakyat Aceh ketika Masjid Raya jatuh dan dibakar tentara Belanda...
“..Rakyatku, sekalian mukmin orang-orang Aceh !!! Lihatlah !! Saksikan dengan matamu Masjid kita dibakar !!... tempat Ibadah kita dibinasakan !!.. Mereka menentang Allah !! Camkanlah itu! Jangan pernah lupakan dan jangan pernah memaafkan para kaphe (kafir) Belanda !!.." Perlawanan Aceh tidak hanya dalam kata-kata (Szekely Lulofs, 1951:59).
Perang Aceh adalah cerita keberanian, pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah lahir. Begitu juga Tjoet Nyak Dhien. Bersama ayah dan suaminya, setiap hari.. setiap waktu dihabiskan untuk berperang dan berperang melawan kaphe-kaphe Belanda. Tetapi perang juga lah yang mengambil satu-persatu orang yang dicintainya, ayahnya lalu suaminya menyusul gugur dalam pertempuran di Glee Tarom 29 Juni 1870.
Dua tahun kemudian, Tjoet Nyak Dhien menerima pinangan Teuku Umar dengan pertimbangan strategi perang. Belakangan Teuku Umar juga gugur dalam serbuan mendadak yang dilakukan Belanda di Meulaboh, 11 Februari 1899.
Tetapi bagi Tjoet Nyak, perang melawan Belanda bukan hanya milik Teuku Umar, atau Teungku Ibrahim Lamnga suaminya, bukan juga monopoli Teuku Nanta Setia ayahnya, atau para lelaki Aceh.. Perang Aceh adalah milik semesta rakyat.. Setidaknya itulah yang ditunjukan Tjoet Nyak, dia tetap mengorganisir serangan-serangan terhadap Belanda.
Bertahun-tahun kemudian, segala energi dan pemikiran putri bangsawan itu hanya dicurahkan kepada perang mengusir penjajah.. Berpindah dari satu tempat persembunyian ke persembunyian yang lain, dari hutan yang satu ke hutan yang lain, kurang makan dan kurangnya perawatan kesehatan membuat kondisinya merosot. Kondisi pasukanpun tak jauh berbeda.
Pasukan itu bertambah lemah hingga ketika pada 16 November 1905 Kaphe Belanda menyerbu ke tempat persembunyiannya.. Tjoet Nyak Dhien dan pasukan kecilnya kalah telak. Dengan usia yang telah menua, rabun dan sakit-sakitan, Tjoet Nyak memang tak bisa berbuat banyak. Rencong pun nyaris tak berguna untuk membela diri. Ya, Tjoet Nyak tertangkap dan dibawa ke Koetaradja (Banda Aceh) dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat.
Perjuangan Tjoet Njak Dhien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing hingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu.
Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor, Jauh sebelum dunia barat berkoar tentang persamaan hak yang bernama emansipasi.
Tjoet Nyak, "The Queen of Aceh Battle", wanita perkasa, pahlawan yang sebenarnya dari suatu realita jamannya.. berakhir sepi di negeri seberang.. Innalillahi wainnailaihi rojiun..
Selamat Hari Pahlawan
HARI itu.. tepat 11 Desember 1906, Bupati Sumedang, Pangeran Aria Suriaatmaja kedatangan tiga orang tamu. Ketiganya merupakan tawanan titipan pemerintah Hindia Belanda. Seorang perempuan tua renta, rabun serta menderita encok, seorang lagi lelaki tegap berumur kurang lebih 50 tahun dan remaja tanggung berusia 15 tahun. Walau tampak lelah mereka bertiga tampak tabah. Pakaian lusuh yang dikenakan perempuan itu merupakan satu-satunya pakaian yang ia punya selain sebuah tasbih dan sebuah periuk nasi dari tanah liat.
Belakangan karena melihat perempuan tua itu sangat taat beragama, Pangeran Aria tidak menempatkannya di penjara, melainkan memilih tempat disalah satu
rumah tokoh agama setempat. Kepada Pangeran Suriaatmaja, Belanda tak mengungkap siapa perempuan tua renta penderita encok itu. Bahkan sampai kematiannya, 6 November 1908 masyarakat Sumedang tak pernah tahu siapa sebenarnya perempuan itu.
Perjalanan sangat panjang telah ditempuh perempuan itu sebelum akhirnya beristirahat dengan damai dan dimakamkan di Gunung Puyuh tak jauh dari pusat kota Sumedang. Yang mereka tahu, karena kesehatan yang sangat buruk, perempuan tua itu nyaris tak pernah keluar rumah.
Kegiatannyapun terbatas hanya berdzikir atau mengajar mengaji ibu-ibu dan anak-anak setempat yang datang berkunjung. Sesekali mereka membawakan pakaian atau sekadar makanan pada perempuan tua yang santun itu, yang belakangan karena pengetahuan ilmu-ilmu agamanya disebut dengan Ibu Perbu.
Waktu itu tak ada yang menyangka bila
perempuan yang mereka panggil Ibu Perbu itu adalah "The Queen of Aceh Battle" dari Perang Aceh (1873-1904) bernama Tjoet Nyak Dhien. Singa betina dengan rencong ditangan yang terjun langsung ke medan perang. Pahlawan sejati tanpa kompromi yg tidak bisa menerima daerahnya dijajah.
Hari-hari terakhir Tjoet Nyak Dhien memang dihiasi oleh kesenyapan dan sepi. Jauh dari tanah kelahiran dan orang-orang yang dicintai. Gadis kecil cantik dan cerdas dipanggil Cut Nyak dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat di Lampadang tahun 1848. Ayahnya adalah Uleebalang bernama Teuku Nanta Setia, keturunan perantau Minang pendatang dari Sumatera Barat ke Aceh sekitar abad 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.
Tumbuh dalam lingkungan yang memegang tradisi beragama yang ketat membuat gadis kecil Cut Nyak Dhien menjadi gadis yang cerdas. Di usianya yang ke 12 dia kemudian dinikahkan orangtuanya dengan Teuku Ibrahim Lamnga yang merupakan anak dari Uleebalang Lamnga XIII.
Suasana perang yang meggelayuti atmosfir Aceh pecah ketika tanggal 1 April 1873 F.N. Nieuwenhuyzen memaklumatkan perang terhadap kesultanan Aceh. Sejak saat itu gelombang demi gelombang penyerbuan Belanda ke Aceh selalu berhasil dipukul kembali oleh laskar Aceh, dan Tjoet Nyak tentu ada disana. Diantara tebasan rencong, pekik perang wanita perkasa itu dan dentuman meriam, dia juga yang berteriak membakar semangat rakyat Aceh ketika Masjid Raya jatuh dan dibakar tentara Belanda...
“..Rakyatku, sekalian mukmin orang-orang Aceh !!! Lihatlah !! Saksikan dengan matamu Masjid kita dibakar !!... tempat Ibadah kita dibinasakan !!.. Mereka menentang Allah !! Camkanlah itu! Jangan pernah lupakan dan jangan pernah memaafkan para kaphe (kafir) Belanda !!.." Perlawanan Aceh tidak hanya dalam kata-kata (Szekely Lulofs, 1951:59).
Perang Aceh adalah cerita keberanian, pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah lahir. Begitu juga Tjoet Nyak Dhien. Bersama ayah dan suaminya, setiap hari.. setiap waktu dihabiskan untuk berperang dan berperang melawan kaphe-kaphe Belanda. Tetapi perang juga lah yang mengambil satu-persatu orang yang dicintainya, ayahnya lalu suaminya menyusul gugur dalam pertempuran di Glee Tarom 29 Juni 1870.
Dua tahun kemudian, Tjoet Nyak Dhien menerima pinangan Teuku Umar dengan pertimbangan strategi perang. Belakangan Teuku Umar juga gugur dalam serbuan mendadak yang dilakukan Belanda di Meulaboh, 11 Februari 1899.
Tetapi bagi Tjoet Nyak, perang melawan Belanda bukan hanya milik Teuku Umar, atau Teungku Ibrahim Lamnga suaminya, bukan juga monopoli Teuku Nanta Setia ayahnya, atau para lelaki Aceh.. Perang Aceh adalah milik semesta rakyat.. Setidaknya itulah yang ditunjukan Tjoet Nyak, dia tetap mengorganisir serangan-serangan terhadap Belanda.
Bertahun-tahun kemudian, segala energi dan pemikiran putri bangsawan itu hanya dicurahkan kepada perang mengusir penjajah.. Berpindah dari satu tempat persembunyian ke persembunyian yang lain, dari hutan yang satu ke hutan yang lain, kurang makan dan kurangnya perawatan kesehatan membuat kondisinya merosot. Kondisi pasukanpun tak jauh berbeda.
Pasukan itu bertambah lemah hingga ketika pada 16 November 1905 Kaphe Belanda menyerbu ke tempat persembunyiannya.. Tjoet Nyak Dhien dan pasukan kecilnya kalah telak. Dengan usia yang telah menua, rabun dan sakit-sakitan, Tjoet Nyak memang tak bisa berbuat banyak. Rencong pun nyaris tak berguna untuk membela diri. Ya, Tjoet Nyak tertangkap dan dibawa ke Koetaradja (Banda Aceh) dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat.
Perjuangan Tjoet Njak Dhien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing hingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu.
Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor, Jauh sebelum dunia barat berkoar tentang persamaan hak yang bernama emansipasi.
Tjoet Nyak, "The Queen of Aceh Battle", wanita perkasa, pahlawan yang sebenarnya dari suatu realita jamannya.. berakhir sepi di negeri seberang.. Innalillahi wainnailaihi rojiun..
Selamat Hari Pahlawan
Jumat, 06 November 2015
Yuk! Miliki Bisnis Sendiri
Yang Dapat Dibangun Secara Online dan Dapat Diwariskan!
Tapi Jangan Salah Pilih Yaa....
Baca dulu tips dari mb Nad untuk memastikan anda tidak salah pilih bisnis yang benar-benar bisa merubah hidup kamu!
KLIK DISINI
Yang Dapat Dibangun Secara Online dan Dapat Diwariskan!
Tapi Jangan Salah Pilih Yaa....
Baca dulu tips dari mb Nad untuk memastikan anda tidak salah pilih bisnis yang benar-benar bisa merubah hidup kamu!
KLIK DISINI
Selasa, 03 November 2015
Katalog Oriflame bulan November 2015
Katalog Oriflame bulan November 2015
Untuk pemesanan silakan inbok di FB Endah Afais
SMS/WA 087782046080
PIN BB 2AF6F4DC
Rp 89.000
Untuk pemesanan silakan inbok di FB Endah Afais
SMS/WA 087782046080
PIN BB 2AF6F4DC
Oriflame pure colour lipstik Rp 49.000
Hanya Rp 29.900
21157 Tempting Brown
21155 Vintage Nude
21153 Radiant Red
21152 Soft Cherry
21149 Vintage Rose
21145 Warm Fuchsia
21143 Desert Rose
21159 Black Cherry
26268 Sheer Rose
26269 Soft Coral
26270 Blush Pink
26271 Bright Red
Giordani Gold
Beli Giordani Gold Iconic Liquid Lipstick seharga Rp 149rb dan dapatkan Giordani Gold Beauty Case GRATIS
23798 Giordani Gold Beauty Case Rp 149rb
30954 Nude Peach
30956 Rose Petal
30957 Raspberry Blush
30956 Fuchsia Divine
24202 Pure Skin Blackhead Clearing Mask
Rp 59.000
27740 Skin Pro
Dapatkan skinpro cleansing System hanya Rp 329rb untuk setiap pembelian rangkaian Optimals white Radiance Skin Set
Harga normal Rp 429.000
27969 Skinpro deep cleansing Brush Head Refill 2 buah Rp 109.000 Rp 79.000
27968 SkinPro Normal/Sensitive Brush Head Refill 2 buah Rp 109.000 Rp 79.000
Langganan:
Postingan (Atom)